Matahari sore adalah simbol dari keindahan alam yang sering membuat semua orang terpana, yang sering disebut senja. Hidup Dinda sepi. Sangat terlihat dari kacamata setiap orang yang memandangnya. Sebuah rasa sepi yang begitu dalam terlihat dari bola matanya. Aku Ryan, lelaki yang baru saja berkenalan dengan wanita senja itu. Ryan sering menyebut Dinda seorang wanita perekam senja. Bukan karena dia mengurung diri atas keheningan yang di ciptakannya sendiri jika sedang menyeruput kopi dan bermain dengan kamera instaxnya, melainkan terjebak oleh cintanya yang tolol itu. Di tahun terakhirnya ia banyak menghabiskan waktu dengan duduk di sebuah café langganannya bersama seseorang. Rutinitas yang selalu dilakukannya dulu hingga sekarang tanpa mengingat sebuah kejadian yang jika diceritakan orang tak akan menyangka. Hidupnya melulu melihat semburat senja dan merasakan pahitnya kopi. Dinda percaya bahwa indahnya senja telah membebaskannya dalam kesepiannya, sebab senja yang hanya mampu membuat Dinda percaya bahwa dia mampu menghadirkan ketenangan di jiwanya. Namun ia baru tersadar, bahwa kini hidupnya tidak jauh berbeda dengan kopi dan senja itu, dapat dinikmati namun sangat pahit untuk dijalani. Dinda kini mengambang dalam pertanyaan; apakah indahnya senja akan bisa membebaskan kesepiannya, dalam kenyataan yang rumit? Ataukah ia hanya tenggelam seperti senja dalam pemikiran kesia-sian?